PESAN UNTUK MEREKA
Dengan berbekal pena dan buku diary, ku sandarkan tubuh kecilku di atas
jendela kamar yang cukup kokoh ini. Ku awali dengan membuka diary bersampul
group band favoritku “Avenged Sevenfold” dan mulai mencoretkan pena dengan
kata-kata yang telah seharian ku pendam.
Malam ini terasa sangat berbeda, bintang terlihat bersinar dengan setia.
Sesekali ku menatap bintang yang berdenting dikejauhan sana, mencoba untuk
menerka-nerka, mencari sebuah arti kehidupan yang sedang kunaungi sekarang ini.
Hawa sejuk dan keheningan malam masih setia menemaniku. Hanya saja kicauan
burung yang kurang bersahabat itu, terasa menggangguku. Tak terasa mataku mulai
mengantuk, mungkin karena seharian tadi aku tidak punya waktu untuk tidur.
Bosan, bosan, bosan… kata inilah yang sering aku lontarkan disaat sang
surya mulai menampakkan dirinya. Memang disaat itulah aku harus menjalani
kewajibanku sebagai seorang pelajar. Aku adalah seorang pemalas, dengan
didukung kondisi keluarga yang hancur. Ya, aku adalah anak dari keluarga
‘brokenhome’, korban dari orang tua yang egois tak pernah memikirkan perasaan
anaknya. Sekitar 2 tahun yang lalu papa dan mamaku resmi bercerai. Entah ada
masalah apa mereka memilih jalan untuk berpisah, memang aku pernah
menanyakannya, tapi selalu aku dianggap mencampuri urusan mereka. Kini aku
hanya tinggal bersama mama, entah kenapa ia tidak mau menikah lagi padahal papa sudah menikah dengan wanita lain
sekitar sepuluh bulan yang lalu. Atau mungkin karena mama terlalu sibuk dengan
karirnya. Mamaku bekerja di salah satu perusahaan swasta di kawasan Bandung,
Jawa Barat.
Dengan wajah yang masih kusam, kuseretkan langkah kakiku ke kamar mandi.
Aku pun tak lupa memeriksa buku-buku yang harus kubawa hari ini.
Sambil berjalan menuju gang rumah untuk menunggu angkot. Ku masukkan
kedua tanganku ke dalam saku di sweeterku yang mungkin baru aku pakai keempat
kalinya. Ku tundukkan kepala dan ku rendahkan diri sejenak. Sebuah botol
softdrink mengalihkan pandangan ini. Ku cerna lagi dalam-dalam, rasanya diriku
bagai botol kecil kusam yang teronggok di tepi jalan. Ku dekati botol itu, ku
ambil dengan tangan kananku. Dan ku lempar jauh-jauh. Ku pandangi arah depan ternyata
sebuah angkot sudah menungguku. Ku percepat langkah ini, dan langsung saja ku
angkatkan kakiku untuk memasukinya.
Aku adalah seorang mahasiswi di salah satu Institute swasta di Bandung,
aku mengambil jurusan tehnik informatika karena aku lumayan mahir di bidang itu
bahkan aku pernah mendapat julukan sebagai ‘blogger’ termuda di Indonesia.
“Tata…” Seseorang memanggil namaku, pria yang berparas tampan itu adalah
Nicky. Memang sudah lama aku suka dengannya, tapi rasa itu ku buang jauh-jauh
setelah aku tau setiap pulang kuliah Nicky dijemput seorang gadis cantik dengan
menggunakan mobil bernomor polisi B 11 MA dan aku yakin itu adalah pacarnya.
“Iya Nick, ada apa?”
“Selamat ya… kamu lulus dengan IP tertinggi.” Kata Nicky sambil
menjulurkan tangannya.
“Makasih ya Nick…” Jawabku singkat sambil menjabat tangannya.
Tanpa ada kata lagi Nicky meninggalkanku dan berlari ke arah mobil
berwarna merah di pojok parkiran kampus.
Seperti biasa, aku ingin berjalan-jalan ke alun-alun kota untuk melepas
rasa penat. Mataku seolah-olah mencari tempat duduk disekitar jalan menuju
alun-alun kota. Dan akhirnya aku duduk di trotoar karena tidak ada tempat
duduk. Pemda mungkin belum punya dana untuk memberikan kursi di sekitar jalan
menuju alun-alun. Atau mungkin sudah, tapi di selewengkan oleh oknum-oknum tak
bertanggung jawab. Kubuka diaryku, dan ku tulis semua yang kurasakan hari ini.
Matahari yang sebelumnya terasa panas diubun-ubun, kini telah menjadi
penghias barat langit merah. Badanku juga sudah terasa pegal-pegal, mungkin
karena kelelahan. Kulambaikan tanganku untuk menghentikan taksi yang membawaku
pulang ke rumah. Aku memang lebih suka naik kendaraan umum daripada kendaraan
pribadi.
Tepat pukul 20.00 WIB , aku masih tidak percaya bagaimana aku bisa
menjadi mahasiswi yang lulus dengan nilai tertinggi, padahal dua tahun terakhir
ini prestasiku menurun, tapi hampir semua dosenku pernah bilang kalau aku
mempunyai bakat alami yang terpendam. Selain itu aku juga memikirkan tentang
wisudaku yang akan berlangsung dua hari lagi, sebagai murid yang berprestasi
aku diminta mendatangkan kedua orang tuaku untuk memberikan sambutan dan ucapan
terima kasih. Tapi mana bisa aku membawa orang tuaku yang sudah berpisah dan
super sibuk dengan karir mereka masing-masing. Bahkan mungkin hanya diwaktu
sarapan aku bisa bertemu mama, karena mama selalu pulang disaat aku sudah
tertidur lelap dan hal ini sudah aku rasakan sejak aku masih kecil. Sedangkan
untuk menemui papa pun sulit, sudah 2 tahun kami berpisah, tapi mungkin belum
genap sepuluh kali aku menemui papa. Bahkan jika aku ke rumahnya sekali pun,
hanya ada pembantu yang menemuiku. Inilah rasanya menjadi anak dari manusia
karir yang super sibuk.
Pagi pun tiba, kurasa inilah saat yang tepat untuk berbicara dengan mama
tentang wisudaku besok, “Ma… Tata mau ngomong sesuatu ke Mama.” Kataku sedikit
ragu. “Ada apa sayang?” “Ehm.. begini ma..” belum selesai aku bicara tiba-tiba
handphone mama berbunyi, ternyata itu panggilan dari kantornya yang meminta
mama segera datang karena ada proyek besar yang harus dikerjakan. Sambil
menutup teleponnya mama berkata padaku “Ta, ngomongnya nanti aja ya, mama ada
urusan penting di kantor. Bye bye sayang,
hati-hati ya…” Mama segera berdiri dengan meninggalkan kecupan di
keningku. Aku berpikir sejenak, apa yang harus aku lakukan? Kenapa orang tuaku
berbeda dengan orang tua yang lain, padahal seharusnya mereka senang karena
anak semata wayangnya bisa menjadi mahasiswa yang berprestasi.
Tiba-tiba aku teringat papa, “Apa mungkin sebaiknya aku ke rumah Papa
untuk memintanya menghadiri wisudaku besok?” tanpa berpikir panjang aku
langsung mengambil tas yang ada di kamar. Dan pergi kerumah Papa.
Tibalah di sebuah rumah yang terletak di kawasan elit di Ibu Kota, Aku menekan
bel yang ada di pintu pagarnya. Aku hanya berharap papa lah yang menemuiku,
tetapi ternyata seorang wanita tua yang membukakan pintu pagar untukku, ia adalah
pembantu di rumah mewah milik papa. “Buk, Pak Suryanya ada?” “Eh, Mbak Tata
kebetulan Pak Surya lagi ada tugas keluar kota, Mbak.” “Kalau boleh tau
pulangnya kapan ya , Buk?” “Wah, kalau itu mah saya ndak tau Mbak.” Jawabnya
singkat. “Oh… ya udah Buk kalau gitu saya balik aja” Dengan perasaan kecewa,
aku kembali kerumah.
Sesampai di rumah, ku rebahkan tubuh kecilku ini di atas kasur, aku pun
berpikir sejenak. Bagaimana caranya aku memberi tahu mama ataupun papa tentang
hal ini. Tiba-tiba aku mendapat ide yang ‘boleh banget’, ku ambil selembar
kertas putih yang ada di atas meja belajarku beserta bolpoin, kemudian aku
menulis pesan untuk mama
Ma, aku tau kalau mama harus
berjuang, membanting tulang demi memenuhi kebutuhan kita. Tata hanya ingin
supaya Mama bisa meluangkan waktu sejenak untuk datang di acara wisuda Tata
besok jam 10.00 WIB. Jika mama sayang Tata “Datanglah Ma… Please…”
Ttd. Tata
Tapi aku bingung harus kutaruh di mana pesan ini. Oh iya, setiap mama
pulang dari kantor, dia pasti membuka almari es untuk mengambil minum. Aku pun
berlari ke ruang makan dan menempelkan kertas ini di pintu almari es.
Aku pun kembali ke kamar. Aku berpikir “Bagaimana kalau mama tidak
menemukan pesan itu?” Kemudian aku mengambil laptopku yang ada di tas dan ku
tulis pesan untuk papa, aku minta supaya papa juga bisa datang di acara
wisudaku besok. Dan aku mengirimkannya lewat E-mail.
Aku sedikit lega, karena paling tidak aku masih punya harapan.
Pagi pun tiba, aku berlari ke ruang makan, dan aku sangat kecewa karena
pesan yang aku tulis semalam ternyata masih tertempel rapi di pintu almari es.
“Apakah mama tidak mengetahuinya?” pikirku sejenak. Kemudian aku bergegas
menemui mama, tapi ternyata mama sudah berangkat ke kantor. Aku mungkin masih
punya satu harapan lagi yaitu papah, aku segera berlari ke kamar dan membuka
laptopku, ternyata tidak ada balasan dari papa mengenai E-mail yang aku
kirimkan semalam.
Dengan perasaan sedih aku bersiap-siap untuk menghadiri acara wisudaku
bahkan dengan berlinang air mata. Aku menangis sepanjang perjalanan menuju
kampus. Aku kecewa dengan kedua orang tuaku.
Aku duduk sendiri, diantara teman-teman yang bercanda tawa dengan orang
tuanya. Air mataku pun semakin deras menetes, tiba-tiba ada seseorang yang
memberiku tissue dari belakang. Sungguh tak kusangka ternyata orang itu adalah
mama, aku langsung berdiri dan memeluknya. Kebahagianku bertambah disaat aku
melihat papa di depan pintu, beliau terlihat sedang kebingungan. Aku memanggilnya
“Papa…” Papa pun melihat ke arahku dan segera berjalan sambil tersenyum. Kami
bertiga pun duduk bersama. Acara ini berlangsung sangat spesial, karena selama
orang tuaku berpisah aku tidak pernah melihat mereka bersama-sama. Dan kini aku
bisa melihat mereka tertawa bahagia.
“Mama, Papa, makasih ya udah mau datang di acara wisuda Tata.” Sambil
berlinangan air mata ku ucapkan kalimat itu. “Iya sayang, Mama sayang sama
Tata.” Jawab mama dan papa hanya tersenyum, mereka berduapun memelukku. Tidak ada
hari yang paling indah selain hari dimana aku bisa melihat kedua orang tuaku
bersama walau itu hanya sebentar. Karena aku tahu kalau mama dan papa tidak
mungkin bersama lagi untuk membina rumah tangga, kini mereka telah mempunyai
kehidupan dan tanggung jawab masing-masing. Tapi setidaknya kini semua berubah
karena mama dan papa mulai memperhatikanku.
Hampir setiap minggu aku bisa menemui papa, dan mama hanya bekerja sampai
sore saja.
“Terima kasih Mama , Papa. I Love You”
0oo_Sekian_oo0
Oleh
Kiki Margareta Prahesti
(XI.
IPA 7 / 16)