Jika kamu tidak dapat memiliki apa yang kamu sukai, maka sukailah apa yang telah kamu miliki.

Senin, 07 Mei 2012

Cerpenku. . . .


PESAN UNTUK MEREKA

Dengan berbekal pena dan buku diary, ku sandarkan tubuh kecilku di atas jendela kamar yang cukup kokoh ini. Ku awali dengan membuka diary bersampul group band favoritku “Avenged Sevenfold” dan mulai mencoretkan pena dengan kata-kata yang telah seharian ku pendam.
Malam ini terasa sangat berbeda, bintang terlihat bersinar dengan setia. Sesekali ku menatap bintang yang berdenting dikejauhan sana, mencoba untuk menerka-nerka, mencari sebuah arti kehidupan yang sedang kunaungi sekarang ini. Hawa sejuk dan keheningan malam masih setia menemaniku. Hanya saja kicauan burung yang kurang bersahabat itu, terasa menggangguku. Tak terasa mataku mulai mengantuk, mungkin karena seharian tadi aku tidak punya waktu untuk tidur.
Bosan, bosan, bosan… kata inilah yang sering aku lontarkan disaat sang surya mulai menampakkan dirinya. Memang disaat itulah aku harus menjalani kewajibanku sebagai seorang pelajar. Aku adalah seorang pemalas, dengan didukung kondisi keluarga yang hancur. Ya, aku adalah anak dari keluarga ‘brokenhome’, korban dari orang tua yang egois tak pernah memikirkan perasaan anaknya. Sekitar 2 tahun yang lalu papa dan mamaku resmi bercerai. Entah ada masalah apa mereka memilih jalan untuk berpisah, memang aku pernah menanyakannya, tapi selalu aku dianggap mencampuri urusan mereka. Kini aku hanya tinggal bersama mama, entah kenapa ia tidak mau menikah lagi  padahal papa sudah menikah dengan wanita lain sekitar sepuluh bulan yang lalu. Atau mungkin karena mama terlalu sibuk dengan karirnya. Mamaku bekerja di salah satu perusahaan swasta di kawasan Bandung, Jawa Barat.
Dengan wajah yang masih kusam, kuseretkan langkah kakiku ke kamar mandi. Aku pun tak lupa memeriksa buku-buku yang harus kubawa hari ini.
Sambil berjalan menuju gang rumah untuk menunggu angkot. Ku masukkan kedua tanganku ke dalam saku di sweeterku yang mungkin baru aku pakai keempat kalinya. Ku tundukkan kepala dan ku rendahkan diri sejenak. Sebuah botol softdrink mengalihkan pandangan ini. Ku cerna lagi dalam-dalam, rasanya diriku bagai botol kecil kusam yang teronggok di tepi jalan. Ku dekati botol itu, ku ambil dengan tangan kananku. Dan ku lempar jauh-jauh. Ku pandangi arah depan ternyata sebuah angkot sudah menungguku. Ku percepat langkah ini, dan langsung saja ku angkatkan kakiku untuk memasukinya.
Aku adalah seorang mahasiswi di salah satu Institute swasta di Bandung, aku mengambil jurusan tehnik informatika karena aku lumayan mahir di bidang itu bahkan aku pernah mendapat julukan sebagai ‘blogger’ termuda di Indonesia.
“Tata…” Seseorang memanggil namaku, pria yang berparas tampan itu adalah Nicky. Memang sudah lama aku suka dengannya, tapi rasa itu ku buang jauh-jauh setelah aku tau setiap pulang kuliah Nicky dijemput seorang gadis cantik dengan menggunakan mobil bernomor polisi B 11 MA dan aku yakin itu adalah pacarnya.
“Iya Nick, ada apa?”
“Selamat ya… kamu lulus dengan IP tertinggi.” Kata Nicky sambil menjulurkan tangannya.
“Makasih ya Nick…” Jawabku singkat sambil menjabat tangannya.
Tanpa ada kata lagi Nicky meninggalkanku dan berlari ke arah mobil berwarna merah di pojok parkiran kampus.
Seperti biasa, aku ingin berjalan-jalan ke alun-alun kota untuk melepas rasa penat. Mataku seolah-olah mencari tempat duduk disekitar jalan menuju alun-alun kota. Dan akhirnya aku duduk di trotoar karena tidak ada tempat duduk. Pemda mungkin belum punya dana untuk memberikan kursi di sekitar jalan menuju alun-alun. Atau mungkin sudah, tapi di selewengkan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab. Kubuka diaryku, dan ku tulis semua yang kurasakan hari ini.
Matahari yang sebelumnya terasa panas diubun-ubun, kini telah menjadi penghias barat langit merah. Badanku juga sudah terasa pegal-pegal, mungkin karena kelelahan. Kulambaikan tanganku untuk menghentikan taksi yang membawaku pulang ke rumah. Aku memang lebih suka naik kendaraan umum daripada kendaraan pribadi.
Tepat pukul 20.00 WIB , aku masih tidak percaya bagaimana aku bisa menjadi mahasiswi yang lulus dengan nilai tertinggi, padahal dua tahun terakhir ini prestasiku menurun, tapi hampir semua dosenku pernah bilang kalau aku mempunyai bakat alami yang terpendam. Selain itu aku juga memikirkan tentang wisudaku yang akan berlangsung dua hari lagi, sebagai murid yang berprestasi aku diminta mendatangkan kedua orang tuaku untuk memberikan sambutan dan ucapan terima kasih. Tapi mana bisa aku membawa orang tuaku yang sudah berpisah dan super sibuk dengan karir mereka masing-masing. Bahkan mungkin hanya diwaktu sarapan aku bisa bertemu mama, karena mama selalu pulang disaat aku sudah tertidur lelap dan hal ini sudah aku rasakan sejak aku masih kecil. Sedangkan untuk menemui papa pun sulit, sudah 2 tahun kami berpisah, tapi mungkin belum genap sepuluh kali aku menemui papa. Bahkan jika aku ke rumahnya sekali pun, hanya ada pembantu yang menemuiku. Inilah rasanya menjadi anak dari manusia karir yang super sibuk.
Pagi pun tiba, kurasa inilah saat yang tepat untuk berbicara dengan mama tentang wisudaku besok, “Ma… Tata mau ngomong sesuatu ke Mama.” Kataku sedikit ragu. “Ada apa sayang?” “Ehm.. begini ma..” belum selesai aku bicara tiba-tiba handphone mama berbunyi, ternyata itu panggilan dari kantornya yang meminta mama segera datang karena ada proyek besar yang harus dikerjakan. Sambil menutup teleponnya mama berkata padaku “Ta, ngomongnya nanti aja ya, mama ada urusan penting di kantor. Bye bye sayang,  hati-hati ya…” Mama segera berdiri dengan meninggalkan kecupan di keningku. Aku berpikir sejenak, apa yang harus aku lakukan? Kenapa orang tuaku berbeda dengan orang tua yang lain, padahal seharusnya mereka senang karena anak semata wayangnya bisa menjadi mahasiswa yang berprestasi.
Tiba-tiba aku teringat papa, “Apa mungkin sebaiknya aku ke rumah Papa untuk memintanya menghadiri wisudaku besok?” tanpa berpikir panjang aku langsung mengambil tas yang ada di kamar. Dan pergi kerumah Papa.
Tibalah di sebuah rumah yang terletak di kawasan elit di Ibu Kota, Aku menekan bel yang ada di pintu pagarnya. Aku hanya berharap papa lah yang menemuiku, tetapi ternyata seorang wanita tua yang membukakan pintu pagar untukku, ia adalah pembantu di rumah mewah milik papa. “Buk, Pak Suryanya ada?” “Eh, Mbak Tata kebetulan Pak Surya lagi ada tugas keluar kota, Mbak.” “Kalau boleh tau pulangnya kapan ya , Buk?” “Wah, kalau itu mah saya ndak tau Mbak.” Jawabnya singkat. “Oh… ya udah Buk kalau gitu saya balik aja” Dengan perasaan kecewa, aku kembali kerumah.
Sesampai di rumah, ku rebahkan tubuh kecilku ini di atas kasur, aku pun berpikir sejenak. Bagaimana caranya aku memberi tahu mama ataupun papa tentang hal ini. Tiba-tiba aku mendapat ide yang ‘boleh banget’, ku ambil selembar kertas putih yang ada di atas meja belajarku beserta bolpoin, kemudian aku menulis pesan untuk mama
Ma, aku tau kalau mama harus berjuang, membanting tulang demi memenuhi kebutuhan kita. Tata hanya ingin supaya Mama bisa meluangkan waktu sejenak untuk datang di acara wisuda Tata besok jam 10.00 WIB. Jika mama sayang Tata “Datanglah Ma… Please…”
Ttd. Tata
Tapi aku bingung harus kutaruh di mana pesan ini. Oh iya, setiap mama pulang dari kantor, dia pasti membuka almari es untuk mengambil minum. Aku pun berlari ke ruang makan dan menempelkan kertas ini di pintu almari es.
Aku pun kembali ke kamar. Aku berpikir “Bagaimana kalau mama tidak menemukan pesan itu?” Kemudian aku mengambil laptopku yang ada di tas dan ku tulis pesan untuk papa, aku minta supaya papa juga bisa datang di acara wisudaku besok. Dan aku mengirimkannya lewat E-mail.
Aku sedikit lega, karena paling tidak aku masih punya harapan.
Pagi pun tiba, aku berlari ke ruang makan, dan aku sangat kecewa karena pesan yang aku tulis semalam ternyata masih tertempel rapi di pintu almari es. “Apakah mama tidak mengetahuinya?” pikirku sejenak. Kemudian aku bergegas menemui mama, tapi ternyata mama sudah berangkat ke kantor. Aku mungkin masih punya satu harapan lagi yaitu papah, aku segera berlari ke kamar dan membuka laptopku, ternyata tidak ada balasan dari papa mengenai E-mail yang aku kirimkan semalam.
Dengan perasaan sedih aku bersiap-siap untuk menghadiri acara wisudaku bahkan dengan berlinang air mata. Aku menangis sepanjang perjalanan menuju kampus. Aku kecewa dengan kedua orang tuaku.
Aku duduk sendiri, diantara teman-teman yang bercanda tawa dengan orang tuanya. Air mataku pun semakin deras menetes, tiba-tiba ada seseorang yang memberiku tissue dari belakang. Sungguh tak kusangka ternyata orang itu adalah mama, aku langsung berdiri dan memeluknya. Kebahagianku bertambah disaat aku melihat papa di depan pintu, beliau terlihat sedang kebingungan. Aku memanggilnya “Papa…” Papa pun melihat ke arahku dan segera berjalan sambil tersenyum. Kami bertiga pun duduk bersama. Acara ini berlangsung sangat spesial, karena selama orang tuaku berpisah aku tidak pernah melihat mereka bersama-sama. Dan kini aku bisa melihat mereka tertawa bahagia.
“Mama, Papa, makasih ya udah mau datang di acara wisuda Tata.” Sambil berlinangan air mata ku ucapkan kalimat itu. “Iya sayang, Mama sayang sama Tata.” Jawab mama dan papa hanya tersenyum, mereka berduapun memelukku. Tidak ada hari yang paling indah selain hari dimana aku bisa melihat kedua orang tuaku bersama walau itu hanya sebentar. Karena aku tahu kalau mama dan papa tidak mungkin bersama lagi untuk membina rumah tangga, kini mereka telah mempunyai kehidupan dan tanggung jawab masing-masing. Tapi setidaknya kini semua berubah karena mama dan papa mulai memperhatikanku.
Hampir setiap minggu aku bisa menemui papa, dan mama hanya bekerja sampai sore saja.
“Terima kasih Mama , Papa. I Love You”



0oo_Sekian_oo0













                                                                              Oleh Kiki Margareta Prahesti
                                                                                         (XI. IPA 7 / 16)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar